Gn. Pangrango, Jawa Barat (3019 mdpl) : Merasakan Kedamaian di Mandalawangi


“hidup adalah soal keberanian,
Menghadapi yang tanda tanya
Tanpa kita bisa mengerti, tanpa kita bisa menawar
Terimalah, dan hadapilah” – Soe Hok Gie

Meskipun belum pernah baca buku atau tulisan dari Soe Hok Gie, satu hal yang saya tau dari seorang Gie adalah Pangrango merupakan tempat favoritnya, terutama Lembah Mandalawangi.

Seperti biasa, libur telah tiba dan saatnya melepas penat kuliah selama satu semester ke belakang. Saya berencana mendaki Pangrango dari Cibodas bersama teman – teman yang dulu sempat naik Semeru bareng juga walaupun cuma sampe Ranu Kumbolo karena.. yah begitu lah..

SONY DSC

Bandung, 22 Desember 2014

Di hari ibu yang super spesial karena ibuku berulang tahun, aku berangkat menuju kostan teman di daerah dekat kampus di Cisitu bersama 6 orang lainnya dan berangkat menuju Terminal Leuwi Panjang. 6 Carrier dan satu Daypack menghiasi langkah kami yang tegap di terminal dan dengan sekali lihat saja sudah jelas bahwa gerombolan orang disana akan melakukan hal yang disebut naik gunung. Orang – orang menawarkan jasa transportasi mereka begitu melihat kami, tapi kami hanya akan menaiki bus Bandung – Merak ekonomi yang melewati Bogor karena kita akan turun di Cibodas. Dengan ongkos Rp 35.000,00 kita turun di pertigaan cibodas dan langsung disambut oleh para supir angkot yang siap dicarter menuju Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.

Malam terasa lebih gelap dari biasanya, kita turun di sekitar warung – warung yang berjejer dan akan menggunakan layanan tempat tidur mereka dengan biaya se-ikhlas-nya. Fasilitas disana lengkap, ada warung segala ada mulai dari makanan, minuman, tempat tidur, kamar mandi, sendal, peralatan mandi, dan banyak hal. Hanya saja, jika kalian menginap atau menggunakan kamar mandi salah satu warung, kalian harus beli makan di warung tersebut, karena.. yah memang begitu katanya etikanya..

Suasana penginapan yang ada di belakang warung

Suasana penginapan yang ada di belakang warung

 

Cibodas – Kandang Badak, 23 Desember 2014

Semangat hari baru telah tiba, pagi itu terasa hangat untuk membakar semanat kami mencapai Pangrango, rencana awal sih kita nanjak sampe mandalawangi dan bikin camp disana tapi plan B nya kita ngecamp di kandang badak aja. Perjalanan dimulai sekitar pukul 07.30 setelah selesai mengurusi administrasi dan segala macem. Oh iya kita udah ngurusin SIMAKSI TNGGP beberapa hari sebelumnya jadi kita bisa berangkat lebih pagi karena kantor Taman Nasional buka jam 09.00 pada hari biasa.

SONY DSCSONY DSC SONY DSC

Perjalanan dimulai dengan jalan berbatu yang juga ramai oleh wisatawan yang hendak mengunjungi Air Terjun Cibereum. Selama perjalanan kita disuguhi pemandangan yang mantap seperti Telaga Biru yang warnanya tak lagi biru dan Jembatan Rawa Gayonggong yang ngehits buat foto – foto.

telaga biru yang gak tau dimana birunya

telaga biru yang gak tau dimana birunya

SONY DSC

Jembatan beton rawa gayonggong

Jembatan beton rawa gayonggong

Setelah ketemu pertigaan, kita ambil kiri karena jalan lurus itu buat ke Air Terjun Cibereum. Sebenernya trek CIbodas ini lumayan monoton dan cenderung membosankan karena didominasi oleh jalan setepak batu yang lebar, hutan tropis ala pulau Jawa dan suasanya ya gitu – gitu aja, tapi cocok lah buat pemula yang mau naik gunung karena treknya lumayan datar. Setelah mendaki berjam – jam kita bertemu dengan Air Panas yang melintasi jalur kita, airnya kaya air mendidih bro panas banget kalau dipegang langsung.

air panas

air panas

air panas

air panas

Curug Pancaweleuh

Curug Pancaweleuh

Dari air Panas gak jauh dari sana ada Kandang Batu, tempat camp sebelum kandang Badak. Dan setelah berjalan kita akhirnya sampai di Kandang Badak pukul 12.30 an. Setelah berdiskusi kita akhirnya memutuskan untuk camp di Kandang Badak dan muncak Pangrango besok subuh karena.. yah begitulah…

Suasana di Camp Kandang Badak cukup ramai oleh para pendaki lain, fasilitasnya lumayan banyak space kosong untuk membangun tenda, terdapat sumber air yang jernih, terdapat toilet yang menurut saya lebih baik buang air di semak – semak. Namun, sayangnya sampah tetap saja jadi kendala di salah satu Gunung dengan pengelolaan terbaik ini, mulai dari puntung rokok sampai sampah sisa makanan dan trashbag banyak sekali ditinggalkan para pendaki tidak bertanggung jawab.

Sore hari sampai malam kita banyak menghabiskan waktu di dalam tenda karena cuaca diluar hujan dan tenda mendukung sekali untuk memberikan kehangatan wkwk. Mulai dari tidur, makan, main kartu, sampai sempet – sempetnya nonton 500 Days of Summer di dalam tenda karena kalau keluar hujan terus. Sampai pada akhirnya kita menutup tenda dan beristirahat mempersiapkan tenaga kita untuk summit attack besok subuh.

SONY DSC

Kandang Badak – Pangrango – Mandalawangi – pulang, 24 Desember 2014

Alarm berbunyi, sebenernya kita semua udah bangun dari jam 03.00 tapi karena kemageran dan angin yang sangat sangat menusuk tulang kita baru berangkat jam 04.30 setelah subuh. Dengan berbekal 2 daypack dengan segala isinya, kita ber7 pun berangkat menuju Pangrango. Gak jauh dari Kandang Badak ada persimpangan, kalau mau ke Gede belok kiri, kanan Pangrango.

Udara menusuk tulang saking dinginnya, matahari masih enggan menampakan dirinya namun rembulan sudah kembali dari langit hitam sana, pepohonan yang cukup padat dan jalur yang sedikit samar – samar karena hanya diterangi sorot headlamp, alhasil membuat kita nyasar alias salah jalan di kegelapan dini hari ini. Jalur tiba – tiba menghilang digantikan oleh tanah empuk, tanpa jejak sepatu para pendaki, tanpa sisa – sisa sampah di jalan setapak, tanpa stringline yang menandai jalur di pohon. Setelah mencari jalur selama beberapa menit akhirnya kita kita dikembalikan ke jalan yang benar dan langsung melanjutkan perjalanan.Jalur semakin lama semakin curam, diiringi makin terlihatnya Puncak Gede di belakang kita, dan sang mentari pun sudah tidak malu untuk menampakkan cahayanya.

SONY DSC SONY DSC

SONY DSC

Setelah sekitar 2,5 jam akhirnya kita bertemu dengan Puncak Pangrango! sebenarnya puncak Pangrango tidak begitu menyajikan keindahan yang luar biasa memanjakan mata seperti di gunung lainnya, di Puncak Pangrango ini hanya terdapat satu bagian yang terbuka, yaitu yang mengarah ke Gunung Gede, dan di sisi kiri kanan belakang tertutup pohon dan semak – semak, karena.. yah memang beginilah karakteristik Gunung non-Volcano atau Gunung Tidak Aktif.

SONY DSC SONY DSC SONY DSC SONY DSC

Tidak lama kemudian setelah berfoto – foto, kita melanjutkan perjalanan ke Lembah Mandalawangi yang letaknya yah paling cuma 15 menitan dari Puncak. Mandalawangi ini konon katanya tempat kesukaan Gie, yah mungkin untuk mencari inspirasi atau hal lainnya, yah saya gatau sebenernya haha.

Hamparan lapangan luas dihiasi ribuan Edelweiss, dikelilingi hijaunya hutan Pangrango, dengan sungai kecil mengalir di tengahnya. Mandalawangi. Tidak ada kata – kata yang bisa menggambarkan betapa mendamaikannya tempat ini. Sekilas memang terlihat seperti Suryakencananya Gede atau Tegal Alunnya Papandayan, tapi ini Mandalawangi. Tempat dengan penuh dengan kedamaian. Aku sesaat hanya duduk dan merasakan betapa damainya pagi ini.

SONY DSC SONY DSC SONY DSC SONY DSC SONY DSC SONY DSC

 Ingin rasanya menghabiskan waktu mencumbu dengan Mandalawangi. Udara yang begitu sejuk dan menenangkan hati. Aliran sungai yang mendamaikan. Dan suara gemerisik dedaunan Edelweiss yang indah. Namun, waktu mengharuskan kami meninggalkan Mandalawangi yang sejuk dan damai. Sekali lagi, kata – kata tidak bisa menggambarkan betapa damainya hati ini ketika berada di Mandalawangi.

Waktu menunjukan sekitar pukul 09.00 kurang, kita harus bergegas karena awan hitam sudah mendekat dan kita tidak mau pulang dengan diguyur air hujan. Jam 01.00 kami berangkat dari Kandang Badak dan sesaat setelah kami berangkat, hujan deras pun datang dan mengiringi langkah kaki kami untuk kembali ke rumah.

Ada saat, dimana kau hanya harus duduk diam tanpa melakukan apa – apa untuk menikmati keindahan alam, cobalah dan rasakan bagaimana hatimu dibuat damai oleh alam, bagaimana kulitmu merasakan sejuknya udara di sekitar, bagaimana penciumanmu merasakan harumnya tanah basah dan dedaunan, bagaimana penglihatanmu dimanjakan oleh hamparan keindahan alam ciptaanNya, dan bagaimana alam membuatmu dirimu menikmati momen berharga tanpa ada distraksi, meskipun hanya sesaat. Aku cinta padamu Pangrango, karena aku cinta pada keberanian hidup.

SONY DSC

Beberapa Informasi Penting Pendakian Gn. Pangrango via Cibodas

Taman Nasional Gunung Gede Pangrango memiliki 3 jalur resmi, yaitu Cibodas dan Gunung Putri yang berada di Bogor, dan Selabintana di Sukabumi. Jalur Selabintana dan Gn. Putri langsung menuju Gn. Gede, sedangkan jalur Cibodas memiliki persimpangan menuju Gede dan Pangrango. Gunung Pangrango memiliki ketinggian 3019 mdpl, merupakan gunung tertinggi kedua di Jawa Barat.

a. Perizinan

Perizinan TNGGP sangat ketat dan harus diurus jauh – jauh hari. Untuk memperoleh SIMAKSI, bisa kunjungi halaman berikut: http://www.gedepangrango.org  Proses untuk mendapatkan simaksi memang cukup dibilang rumit, dan jumlah pendaki per hari per jalurnya dibatasi oleh kuota.

b. Transportasi

Keberangkatan
Term. Leuwi Panjang Bandung – Pertigaan Cibodas Bus Bandung-Merak Ekonomi (non-AC) Rp 35.000,00/orang
Pertigaan Cibodas – TNGGP Carter Angkot Rp 10.000,00/orang
Kepulangan
TNGGP – Pertigaan Cibodas Carter Angkot Rp 10.000,00/orang
Pertigaan Cibodas – Cianjur Bus putih Rp 10.000,00/orang
Cianjur – Term. Leuwi Panjang Bandung Bus Cianjur – Bandung Rp 25.000,00/orang

 

c. Lama Pendakian

Durasi Lokasi
1 jam Gerbang Cibodas – Pos Panyancangan (pertigaan Gede Pangrango – Air Terjun Cibereum)
2,5 jam Panyancangan – Air Panas
1,5 jam Air Panas – Kandang Badak
3 jam Kandang Badak – Pangrango
15 menit Pangrango – Mandalawangi
sumber: sachrul.blogspot.com

sumber: sachrul.blogspot.com

17 responses to “Gn. Pangrango, Jawa Barat (3019 mdpl) : Merasakan Kedamaian di Mandalawangi

  1. Postingannya lengkap. Jadi tahu lebih banyak soal Pangrango dan bagaimana ke sananya :hehe. Kerenlah.

    Suka

  2. Saya dulu turun lewat Cibodas aja merasa bosan hahaha. Tapi memang benar, Mandalawangi itu luar biasa damainya. Sayang, waktu itu kami campnya di Kandang Badak, setelah summit dari Surken dan Gede karena naik dari Gn. Putri.

    Kapan2 temenin saya ke Papandayan dan Galunggung yah? Mau hunting foto, hehe 🙂

    Suka

    • haha jalur cibodas tuh gitu gitu aja soalnya jadi bosen wk. wah saya belum pernah nih lewat gn. putri, 2x ke gede pangrango selalu lewat cibodas nih mangkannya bosan. boleh sih kalau lagi ga sibuk kuliah bang wkwk

      Suka

Tinggalkan Balasan ke Rifqy Faiza Rahman Batalkan balasan